Mari Kita Mengenal Apa Itu Teori Labeling di Kehidupan !


Labeling adalah sekaligus memberi label pada seseorang berdasarkan perilaku orang tersebut. Labeling ini bisa berdampak signifikan terhadap kesehatan mental, apalagi jika cap berkonotasi negatif. Ketika seseorang diberi label atau stempel tertentu, secara tidak sadar dia akan mengikuti label tersebut.

Misalnya, ada anak yang sering dicap bodoh jika tidak bisa menjawab pertanyaan. Akibatnya, dia akan menganggap dirinya bodoh. Hal ini tentunya akan berdampak negatif di kemudian hari.

Mengenal tentang teori labeling

Labelling sebenarnya harus dilakukan oleh hampir semua orang. Pasti ada seseorang di kepala Anda yang dicap sebagai orang jahat, skater murahan, orang yang baik hati, atau dicap berdasarkan pekerjaan, dokter, penyanyi, atau atlet mereka.
Meskipun stempel ini sekilas tidak penting, namun secara tidak langsung menggambarkan identitas orang tersebut.

Ketika Anda melabeli identitas seseorang, Anda memiliki ekspektasi tertentu terhadap diri Anda sendiri atas perilaku orang tersebut. Harapan ini kemudian menimbulkan stres, baik pada label maupun pada label. Harapan akan identitas seringkali kaku. Padahal, kita sendiri tahu bahwa siapa pun bisa berubah.

Berikut adalah beberapa contoh pelabelan dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh labeling orang lain

Anda memberi label A sebagai orang baik. Kemudian A menunjukkan perilaku yang kemungkinan besar akan dicap sebagai orang jahat. Ini akan membuat Anda sulit menerimanya. Karena dalam benakmu ada harapan bahwa A akan selalu baik.

Pelabelan membuat Anda berpikir bahwa orang baik selalu baik dan orang jahat selalu buruk. Namun kenyataannya tidak demikian. Orang baik memiliki sisi buruk dan sebaliknya. Orang jahat masih punya sisi baik. Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan ini dapat menyebabkan stres atau tekanan, terutama jika perubahan tersebut berdampak besar pada hidup Anda.

Labeling bisa datang dari orang lain atau dari diri sendiri

Misalnya bagi ibu rumah tangga yang harus kembali bekerja. Hingga saat ini, label ibu rumah tangga begitu melekat pada perempuan.
Jika keadaan kemudian memaksanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, identitas seorang ibu rumah tangga akan sulit dihilangkan.

Anda akan bertanya-tanya mengapa ibu kembali bekerja. Demikian pula, para ibu mungkin merasa bersalah karena melepaskan status ibu rumah tangga mereka karena harus “meninggalkan” anak-anak mereka di rumah.
Rasa bersalah yang terus-menerus dapat berkembang menjadi depresi dari waktu ke waktu.
Labelling memastikan bahwa pikiran yang perlu dibuka seluas-luasnya memiliki batas-batas yang sempit. Ini berlaku untuk label serta penerima label. Oleh karena itu, meskipun pelabelan tidak dapat sepenuhnya dihindari, perilaku ini harus dikurangi secara signifikan.