Menanam Pepohonan Yang Baru Di Hutan Dapat Mencegah Konflik Antara Manusia Dengan Gajah

gajahKarena konfrontasi gajah-manusia terus dilaporkan di Sumatera sebagai akibat dari deforestasi yang meluas, yang memaksa hewan-hewan yang terancam punah itu mencari makanan di perkebunan dan pemukiman manusia. Seorang ahli menyarankan bahwa menanam tanaman yang benar dapat membantu mencegah konflik semacam itu. Dulu, gajah sumatera masih asing dengan buah sawit, menurut Wahdi Azmi, direktur Unit Tanggap Konservasi Aceh yang berupaya merawat populasi gajah. “Namun, karena habitat mereka telah dirambah oleh perkebunan, mereka tidak punya banyak pilihan selain memakan buah yang mereka nikmati. Dia menambahkan dalam percakapan virtual pada hari Jumat bahwa mereka menyerbu perkebunan kelapa sawit karena mereka menikmati makan buah. Aceh adalah rumah bagi populasi gajah Sumatera terbesar di dunia, yang terancam punah. Provinsi ini adalah rumah bagi lebih dari 500 gajah dari total populasi sekitar 2.500 ekor di Pulau Sumatera.

Gajah, sebagai mamalia darat terbesar yang hidup berkelompok, membutuhkan banyak makanan alami. Akibatnya, hewan membutuhkan area alami yang luas untuk disebut rumah. Masyarakat harus belajar dari sejarah Kesultanan Aceh yang makmur dari ekspor lada dan pala serta bercocok tanam dengan gajah karena hewan tidak memakan hasil panen, menurut Wahdi. “Dengan menanam komoditas tanaman yang benar, kita dapat melayani kepentingan konservasi hewan dan komersial,” katanya. “Orang-orang di pantai timur Aceh, misalnya, menghasilkan tanaman nilam, yang beracun bagi gajah dan babi hutan.” Minyak nilam merupakan minyak atsiri terkenal yang banyak digunakan dalam bisnis wewangian. Karena tidak ada padanan sintetis, minyak nilam sangat diminati, dan Indonesia adalah salah satu produsen terkemuka. Jeruk, limau, lemon, dan cengkeh adalah tanaman yang direkomendasikan selain nilam. “Mudah-mudahan lebih banyak orang yang mau menanam tanaman ini, tapi masing-masing komunitas punya preferensi sendiri-sendiri. Wahdi menyatakan, “Komoditas itu harus memenuhi permintaan masyarakat.”

Status populasi gajah sumatera diubah dari “terancam punah” menjadi “sangat terancam punah” oleh International Union for Conservation of Nature karena hampir 70% habitatnya hancur dalam 25 tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan konflik manusia-gajah dan kepunahan lebih dari setengah populasi gajah dalam satu generasi. Dari tahun 2012 hingga 2017, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat 170 konflik manusia-gajah, dengan 54 gajah tewas dan 19 orang luka-luka. Tentunya akan sangat disayangkan sekali apabila salah satu mamalia terbesar di bumi ini punah dan tidak dapat di lihat oleh anak maupun cucu kita. Marilah tingkatkan kesadaran untuk menjaga lingkungan terutama hutan liar yang menjadi rumah dari berbagai hewan liar termasuk gajah.