Proyek Daur Ulang Limbah Plastik Yang Masih Gagal

Dow, salah satu produsen plastik terbesar di dunia mendukung program yang mulai mengumpulkan sampah plastik dari warga Boise pada tahun 2018 dan mengangkutnya lebih dari 300 mil (483 kilometer) melintasi garis negara bagian ke Salt Lake City, Utah. Renewlogy adalah sebuah perusahaan daur ulang yang inovatif mencoba mengubahnya menjadi bahan bakar diesel di sana.

Renewlogy mengklaim bahwa metodenya dapat menangani semua jenis sampah plastik, termasuk wadah untuk dibawa pulang yang ditolak oleh banyak pendaur ulang tradisional. Namun, Renewlogy terbukti tidak mampu menangani limbah plastik yang digunakan untuk memproduksi kemasan makanan dan tas belanja dan meninggalkan program tersebut di Kota Boise. Menurut Renewlogy, ia keluar dari program karena sampah plastik yang diterimanya dari Boise terlalu tercemar untuk didaur ulang dan sangat sulit untuk di tanggulangi.

Dow menolak menjawab pertanyaan dan merujuknya ke Renewlogy. Sampah plastik dari Boise sekarang diangkut dengan truk ke pabrik semen di Utah, di mana akan dibakar untuk bahan bakar.

Di sisi lain Enerkem, pendaur ulang canggih yang berbasis di Montreal menyatakan pada Maret 2019 bahwa Royal Dutch Shell (raksasa minyak Inggris-Belanda) telah bergabung dengan konsorsium mitra ekuitas dalam proyek daur ulang limbah menjadi bahan kimia di Rotterdam. Dimana enerkem dan shell mengklaim terobosan ini sebagai yang pertama dari jenisnya di Eropa.

Enerkem mengklaim bahwa metodenya mengubah plastik dan sampah rumah tangga biasa lainnya menjadi “bio-metanol”. Bio metanol sendiri adalahbahan bakar yang digunakan dalam industri kimia dan transportasi. Dalam siaran pers Maret 2019, Enerkem menyatakan bahwa proyek Rotterdam diharapkan dapat mengubah sampah dari lebih dari 700.000 rumah.

Namun sayangnya proyek ini dibatalkan akhir tahun lalu. Menurut dua sumber yang dekat dengan proyek hal ini terjadi karena kekhawatiran tentang kapasitas pabrik untuk mendapatkan pasokan sampah yang konsisten dan menghasilkan keuntungan. Shell akan memutuskan apakah akan berinvestasi atau tidak pada 2022, menurut perwakilan perusahaan. Shell menolak berkomentar lebih lanjut. Tentunya banyak pihak yang mengharapkan kalau proyek ini bisa berjalan demi menanggulangi sampah plastik yang tidak bisa di cerna oleh bumi.

Plastik kini telah menjadi perhatian di beberapa negara berkembang dan negara maju. Tercatat bahwa gunung sampah limbah plastik telah terbentuk di daerah lautan pasifik. Hal ini tentu saja merusak ekosistem laut di sekitar perairan laut pasifik.